Kerajaan Salakanagara


Kerajaan Salakanagara adalah kerajaan di Nusantara yang berdiri antara 130-362 Masehi. Salakanagara diyakini sebagai leluhur Suku Sunda, karena wilayah peradaban keduanya sama persis. Pendiri dan raja Kerajaan Salakanagara bernama Dewawarman I, yang memerintah antara 130-168 Masehi dengan gelar Prabu Darmalokapala Aji Raksa Gapura Sagara. Wilayah kekuasaan Kerajaan Salakanagara meliputi daerah Jawa bagian barat, termasuk pulau yang terletak di sebelah barat Pulau Jawa dan laut yang membentang sampai Pulau Sumatera. Setelah berkuasa selama 232 tahun, Kerajaan Salakanagara berada di bawah pemerintahan Kerajaan Tarumanegara Tarumanegara. 

Sejarah Kerajaan Salakanagara cukup misterius karena terbatasnya sumber sejarah dan arkeologi seperti catatan ataupun peninggalan berwujud prasasti dan candi. Sumber sejarah utamanya adalah Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara. Menurut naskah tersebut, Kerajaan Salakanagara diyakini sebagai kerajaan tertua di Nusantara yang berdiri antara 130-362 M, sebelum Kerajaan Kutai (400-1635 M). Namun karena minimnya bukti keberadaan Salakanagara, Kerajaan Kutai lebih dikenal sebagai kerajaan pertama di Nusantara. Asal usul Kerajaan Salakanagara didasarkan atas catatan perjalanan dari Cina yang menunjukkan jalinan kerjasama antara pedagang dengan dinasti Han pada abad ke-3 Masehi. Jauh sebelum itu, kerajaan diperkirakan berdiri pada abad ke-1 di Salakanagara oleh penguasa pertamanya adalah Aki Tirem. Kerajaan pertama kali berdiri di kawasan Pandeglang (sekarang dikenal sebagai Banten), tepatnya di kawasan Teluk Lada. Menurut sejarawan, ibukota kerajaan berada di Kota Merak saat ini. Dalam bahasa Sansekerta, Salakanagara artinya adalah “Negara Perak”, pada saat itu masyarakat yang dikenal sebagai pembuat perak. Aki Tirem menjadi penguasa pertama kampung Teluk Lada Pandeglang, Banten, dan menjadi mertua Dewawarman saat putrinya diperistri oleh duta dari pahlava tersebut. Pernikahan putrinya itu ternyata membuat pasukan Dewawarman menikahi perempuan setempat agar tidak kembali ke kampung halamannya. 

Post a Comment

Previous Post Next Post